Penyadapan Australia Kepada Indonesia

Hubungan diplomatik Indonesia-Australia kembali memanas. Edward Snowden, mantan kontraktor intelijen Amerika Serikat (AS), melalui New York Times, merilis dokumen National Security Agency (NSA) tahun 2012 yang berisi detail-detail baru mengenai penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia. 


Upaya penyadapan dan pengumpulan data intelijen Australia yang masif tersebut bukan hanya dilakukan terhadap terduga teroris maupun tokoh-tokoh politik. Dokumen 
tersebut juga melaporkan Australian Signals Directorate menawarkan kepada AS hasil pengawasan mereka terhadap perusahaan hukum AS yang mewakili Indonesia dalam kasus 
sengketa perdagangan dengan AS. Australia memiliki akses ke data percakapan telepon sejumlah pejabat kementerian dengan menyadap sistem komunikasi yang disediakan Indosat, salah satu penyedia layanan satelit telekomunikasi. Mereka juga menyadap jaringan telekomunikasi seluler milik Telkomsel. 

Bagi Indonesia, ini merupakan kejutan yang tidak mengenakkan. November tahun lalu, kasus penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat di Indonesia mengemuka pascakunjungan Tony Abbot, Perdana Menteri Australia. Media Australia, Sydney Morning Herald juga mengutip laporan Snowden sebagai sumber berita tersebut. 

Kejadian ini membuat Presiden Yudhoyono mengeluarkan pernyataan resmi yang meminta penjelasan dari pemerintah Australia, mengkaji sejumlah kerja sama termasuk kerja sama di bidang militer, dan menilai perlunya protokol panduan untuk setiap kerja sama dengan Australia. Perdana Menteri Abbot waktu itu enggan meminta maaf, berdalih bahwa apa yang dilakukan intelijen Australia ini merupakan upaya untuk melindungi warga negaranya. Ketika isu penyadapan kembali muncul, Abbot mengulang pembelaannya, mengatakan penyadapan itu dilakukan demi melindungi warga negaranya dan tidak digunakan untuk kepentingan komersial.   
Kasus penyadapan ini menjadi tantangan bagi diplomasi Indonesia dengan negara-negara tetangga. Dua kali kasus ini terjadi dan tidak ada penjelasan yang memuaskan atau permohonan maaf dari Australia. Pemerintah belum mengambil sikap resmi. Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri, mengatakan Indonesia tidak bisa memahami mengapa pembicaraan dan negosiasi perdagangan dengan negara lain, seperti soal udang, dianggap menjadi ancaman terhadap keamanan Australia. "Kita seharusnya mendengarkan satu sama lain, bukan mencuri dengar pembicaraan negara lain," kata Marty.  

Kasus ini mencederai kepercayaan Indonesia terhadap Australia. Padahal, selama ini Indonesia menjadi salah satu pendukung Australia di bidang ekonomi, perdagangan, maupun kerja sama di bidang militer dan pertahanan keamanan. Pemerintah Australia di situs Departemen Perdagangan dan Luar Negeri, misalnya, menyebut Indonesia sebagai salah satu mitra terpenting bagi Australia. Kerja sama bilateral kedua negara ditingkatkan menjadi kerja sama komprehensif sejak Maret 2010.

Pemerintah Australia menyebutkan Indonesia sebagai mitra terbesar untuk program Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Kedua negara juga memiliki komitmen dan kerja sama untuk memerangi terorisme. Indonesia juga merupakan mitra dagang terbesar ke-12 bagi Australia. Nilai impor non-migas Indonesia dari Australia pada 2013 mencapai US$ 4,83 miliar. Selain itu, Austrade memperkirakan ada lebih dari 250 perusahaan Australia yang berbisnis di Indonesia.   

Ini menunjukkan peran Indonesia yang sangat signifikan bagi Australia. Dengan membiarkan kasus penyadapan ini mengancam keharmonisan hubungan diplomatik kedua negara, Australia seharusnya sadar bahwa negaranya bakal mengalami kerugian besar. 

Australia juga mempertaruhkan kredibilitasnya di mata dunia karena melanggar etika dalam hubungan luar negeri. Dalam salah satu kesepakatan kerja sama di bidang keamanan antara Indonesia-Australia, di article 2 disebutkan salah satu prinsip kerja sama kedua negara adalah mutual respect dan dukungan terhadap kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan nasional dan kemerdekaan politik masing-masing negara, serta tidak saling mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain. Ini berarti Australia melanggar kesepakatan yang telah dibuat kedua negara. 
Pemerintah perlu menunjukkan sikap tegas kepada Australia. Menarik duta besar Indonesia dari Australia menjadi sanksi yang patut dipertimbangkan, sebagaimana yang disampaikan dalam langkah-langkah untuk memperbaiki kerja sama Indonesia-Australia setelah kasus penyadapan yang pertama mencuat. Australia harus menunjukkan keseriusannya untuk menjadi mitra yang baik dengan menghormati dan mengembalikan kepercayaan Indonesia. Upaya yang paling mudah bagi Australia adalah meminta maaf dan memberikan penjelasan yang lengkap mengenai kasus ini, dan mencegah kasus serupa terjadi di kemudian hari

0 komentar: